Sebenarnya, gerakan feminisme yang banyak berlangsung di dunia ini, telah menempatkan kembali perempuan dalam semangat emansipasi yang tinggi di mana kaum laki-laki dan perempuan “berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah” yang selama beabad-abad termarjinalkan di setiap aktivitas kehidupan. Gerakan emansipasi ini memberikan inspirasi besar kepada organisasi perempuan di dunia, yang kemudian turut mempengaruhi organisasi perempuan di Indonesia, untuk memperjuangkan hak-hak sosial dan hak politiknya tanpa harus mengurangi peran perempuan sesuai kodratnya.
"Gadis yang pikirannya sudah dicerdaskan, pemandangannya sudah diperluas, tidak akan sanggup lagi hidup di dalam dunia nenek moyangnya." Raden Ajeng Kartini.
Feminisme bukanlah sekedar sebuah wacana melainkan sebuah idelogi yang hakikatnya perlawanan, anti, dan bebas dari penindasan, dominasi, hegemoni, ketidakadilan, dan kekerasan yang dialami perempuan serta penyetaraan hak perempuan dan laki-laki dalam segala bidang, sesuai dengan potensi mereka sebagai manusia.
Topik gender dan keluarga tidak akan pernah lekang oleh perkembangan zaman. Apalagi ketika gender dan keluarga diletakkan dalam perspektif politik ekonomi dan ditinjau kembali secara kritis. Moralitas masyarakat borjuis, kekuasaan patriarkis, dan efek-efeknya merupakan sumber yang menghancurkan perempuan. Pandangan feminisme di setiap era sangat tergantung kepada kondisi dan situasi zaman yang dihadapinya.
Pandangan utama yang sangat menarik terhadap feminisme di Indonesia pada saat ini adalah pandangan terhadap kondisi kerja berbagai jenis buruh seperti buruh batik, buruh industri tekstil, petani, tenaga kerja wanita yang diekspor (TKW). Maraknya permasalahan tenaga kerja wanita tersebut, mencuat setelah era industrialisasi merambah daerah perkotaan. Masuknya perempuan dalam angkatan kerja, terutama dengan diperkenalkannya mesin-mesin pada pabrik (dalam konteks buruh) menciptakan kesulitan sekaligus kemungkinan baru bagi gerakan buruh. Di satu sisi, hal ini menciptakan kesulitan-kesulitan karena peremuan dibayar lebih murah daripada laki-laki, dan hal ini cenderung membelah serta melemahkan gerakan.
Di sisi lain, masuknya perempuan ke dalam angkatan kerja juga menciptakan kemungkinan-kemungkinan baru untuk penghancuran penindasan patriarki.Mengapa demikian? Karena permasalahan itu muncul disebabkan oleh beberapa hambatan, Pertama Seperti kondisi politik, yang mana perempuan belum terwakili secara proporsional dalam posisi politik strategis. Hal ini dapat disebabkan oleh sosialisasi keluarga yang menanamkan bahwa pendidikan politik itu keras, jahat, dunia laki-laki, penuh persaingan tidak sehat, tidak tepat bagi perempuan.
Kedua, kondisi sosial – ekonomi. Masalah utama yang dihadapi adalah kemiskinan dan tingkat pendidikan yang rendah. Saat kini perempuan Indonesia memiliki peran ganda, disatu sisi sebagai ibu rumah tangga dan disisi lainnya sebagai wanita karier yang ternyata belum diimbangi oleh perubahan infrastrukrur dan tata nilai-nilai religius yang memadai. Arus peran ganda ini merupakan konsekuensi logis dari hadirnya industrialisasi dan urbanisasi serta kondisi ekonomi negara yang ada dalam krisis berkepanjangan. Dalam transformasi menuju era masyarakat industri dan kondisi krisis tersebut, wanita dipaksa menanggung beban keluarga menjadi tenaga pekerja.
Ketiga, Masalah yang berkaitan dengan aspek ideologis dan psikologis. Masalah ini terutama dihadapi oleh wanita yang berkiprah di bidang politik, Seorang manusia memegang kekuasaan adalah alami, dan seorang perempuan memegang kekuasaan adalah alami juga, atau seharusnya demikian. Kurang kepercayaan diri merupakan alasan utama perempuan tidak terwakili dalam organisasi politik. Perempuan memiliki potensi sebagai juru kampanye, pengorganisir pendukung mobilisasi, tapi takut berkompetisi memperebutkan kedudukan atau posisi dalam parlemen Ia masih dihinggapi budaya takut berkompetisi.
Perempuan Indonesia dapat dilibatkan dalam berbagai peran, seperti dalam kancah politik, bisnis, dan teknologi. Dalam peran politik kaum ini memiliki kemungkinan dapat menyukseskan kepentingan suatu partai. Dalam bisnis, selain kaum perempuan dapat berperan sebagai pencipta komoditas ia juga dapat berperan menjadi konsumen sekaligus. Dalam aspek teknologi, selain menjadi sebagian besar pengguna ia juga dapat berperan sebagai tenaga kerja.
Perempuan Indonesia kini berada dalam suatu era transisi kebudayaan, ia memiliki peran ganda yang tidak ringan. Ia harus dapat berhati-hati menentukan posisi dan perannya, hingga dalam melakukan kegiatannya hendaknya tidak menjadi korban berbagai kepentingan individu maupun kelompok, swasta maupun birokrat. Harus selalu berada dalam koridor etis dan moralis, berikanlah perlindungan hukum yang layak padanya. Karena perempuan Indonesia akan memberi kontribusi yang penting terhadap kesejahteraan keluarga, bangsa, negara dan agamanya.
Referensi
http://indoprogress.com/2014/02/mencari6jejak6feminisme6dalam6marx/
A. Nunuk Prasetyo Murniati, Gerakan Anti kekerasan perempuan, Kanisius, Jogyakarta, 1998
https://www.academia.edu/30418611/Feminisme-feminisme