Hallooo... Jumpa lagi nih kita, kali ini aku bakal ngajak kalian buat berkelana, ya meskipun bukan dalam cerita yang menegangkan seperti kelana-kelana sebelumnyaa hihihi, tapii. Buat kalian nih yang gak bisa berpisah barang semenit dengan ponsel kalian, kalian wajib banget baca ini sih.
Kalian pernah nggak sih denger kata NOMOPHOBIA, Nomophobia itu sebuah singkatan dari “no mobile phone phobia”, yang artinya sindrom ketakutan jika tidak mempunyai atau tidak memiliki akses ke telepon genggam. Nomophobia merupakan fobia yang ditandai dengan ketakutan berlebih jika seseorang kehilangan atau tidak berada dekat dengan smartphone-nya. Orang yang mengalami nomophobia selalu hidup dalam kekhawatiran dan selalu cemas dalam meletakkan atau menyimpan smartphone miliknya, sehingga selalu membawanya kemanapun pergi. Dengan kata lain, rasa takut yang bersifat psikologis saat kehilangan kontak (termasuk ketiadaan) ponsel atau sulit sinyal. Singkatnya, ketakutan patologis saat jauh (tersisih) dari teknologi. Wah, gimana? Penasaran kan baca lanjutannya?
Pasti kalian dah mulai menduga-duga
"anjir kok kaya aku ya.",
"lah aku gini juga gak ya." ,
"opo aku nomophobia ya.",
Waitt guyss, baca sampe selesai yaa, mungkin saja kalian bakal dapat jawaban dari rasa penasaran kalian. Nahloh. Wkwkwk.
Istilah Nomophobia pertama kali muncul dalam suatu penelitian tahun 2010 di Britania Raya oleh YouGov yang meneliti tentang kegelisahan yang dialami di antara 2.163 pengguna telepon genggam. Studi tersebut menemukan bahwa 58% pria dan 47% wanita pengguna telepon genggam yang disurvei cenderung merasa tidak nyaman ketika mereka "kehilangan telepon genggam, kehabisan baterai atau pulsa, atau berada di luar jaringan", dan 9% selebihnya merasa stres ketika telepon genggam mereka mati. Separuh di antara mereka mengatakan bahwa mereka gelisah karena tidak dapat berhubungan dengan teman atau keluarga mereka jika mereka tidak menggunakan telepon genggam mereka. Dampak psikologis yang diakibatkan oleh penggunaan smartphone pada individu, kelompok dan masyarakat pada umumnya terkait dengan perubahan perilaku dan kebiasaan sebelum dan sesudah menggunakannya.
Tidak ada definisi khusus tentang nomophobia itu, tetapi semua pihak hampir sepakat bahwa Nomophobia adalah rasa takut, dan cemas berlebih apabila seseorang jauh dari ponsel atau gadgetnya. Mereka yang terkena nomophobia dikenal dengan nomophobian. Nah, gimana? Kalian nomophobian bukan?
Penderita nomophobia jumlahnya terus meningkat di dunia. Gejala awal kecanduan gawai ini ditandai dengan kesukaan penderitanya akan swafoto, membuka ponsel saat berkendara, saat menyeberang, ketika belajar di sekolah atau rapat di kantor, bahkan ketika beribadah dan berdukacita. SAAT INI, GAWAI SUDAH MENJADI KOMODITAS KOMUNAL. Boleh dikatakan, semua orang dari berbagai kalangan, baik di kota metropolitan maupun di pelosok pergunungan, sudah punya gawai. Ibarat kata "tidak ada kehidupan jika tidak ada gawai." ya gimana engga, hampir tua muda sampe anak² pun kecanduan sama yang namanya ponsel yaaa. Sebelumnya maaf nih guys kadang aku nayrbutnya gawai, kadang ponsel, kadang smartphone, yang penting kan maksudnya sama.
Emang aku gak konsisten aja nyebutinnya hehehe.
Dengan smartphone saat ini orang dapat menjalin hubungan percakapan person-to-person dan sekaligus mengirim pesan. Beberapa orang memiliki kebiasaan menempatkan smartphone di meja agar mudah untuk dilihat dan jika interaksi percakapan secara tatap muka tidak cukup menarik, ada alternatif untuk mengalihkan perhatian. Ketergantungan pada perangkat bergerak ini berdampak pada kehidupan sosial penggunanya.
Komunikasi cenderung lebih sering terjadi melalui akun-akun media sosial dibanding dengan intensitas komunikasi secara langsung atau face to face. Perilaku ini seakan membuat mereka tidak begitu peduli dengan apa yang terjadi di lingkungan sekitar.
Makin hari saat ini banyak aplikasi yang diciptakan untuk mempermudah segala kegiatan hanya dengan mengaksesnya melalui ponsel. Seperti bayar listrik bisa melalui ponsel, transfer uang bisa melalui smartphone, hingga memesan ojek on-line pun bisa melalui ponsel. Selain itu, banyak game seru yang bisa kita akses melalui ponsel. Ini yang memicu seseorang rentan terkena penyakit nomophobia, jika semua hal bisa dilakukan melalui ponsel pintar. Ditambah lagi sosial media yang semakin banyak jenisnya.
Disini aku bakal kasih tau bagan tentang gejala nomophobia dan penyebabnya yaa!!
Gejala Nomophobia
Kehadiran media sosial memaksa semua yang memiliki ponsel pintar menunjukkan eksistensinya. Meskipun tidak mengunggah status atau foto, tapi orang yang memiliki media sosial pasti mengecek timeline media sosialnya setiap hari. Beberapa ahli psikolog mengatakan kecanduan akan smartphone kini semakin meningkat, dan sudah mulai mewabah hingga anak-anak. Bahkan, kini balita pun kecanduan dengan gadget pintar ini.
Fenomena nomophobia terjadi karena orang-orang saat ini cenderung asik dengan kehidupan dunia maya dan hanya sedikit perhatian terhadap dunia nyata. Penderita nomophobia kurang dapat mengendalikan diri saat menggunakan telefon genggam atau berada di dekat sarana komunikasi canggih. Dengan teknologi canggih itu, ia cenderung memboroskan waktunya untuk hal-hal yang nonproduktif.
Apakah anda termasuk kedalam orang yang sulit untuk meninggalkan telefon seluler anda ? atau selalu merasa khawatir karena akan kehilangan informasi beberapa jam ? apakah mengetahui bahwa anda akan berada dalam kondisi tidak bersama telefon seluler menyebabkan anda panik. Jika demikian maka anda dapat disebut mengalami “Nomophobia” / “No Mobile Phone Data” yaitu suatu kondisi dimana seseorang mengalami kecemasan berlebih ketika tidak bersama ponsel / tidak bisa menggunakan ponsel.
Ciri lain, kadang-kadang lebih memilih mengutak-atik smartphone dibanding memilih makan, hingga orang waras di sekitarnya sering menyebut makanan sehari-hari orang seperti ini adalah handphone. Kemudian pada saat waktu belajar lebih mengutamakan smartphone daripada buku pelajaran, sebentar-sebentar melihat ke layar smartphone, kapan, dan ke manapun pergi selalu membawa charger atau powerbank karena takut smartphonenya mati, kemudian ketika smartphone-nya mati, pecandu akan tergesa-gesa mencharger smartphone-nya, dan ciri terakhir adalah pecandu akut mengakibatkan bungkuk pada punggung, dan sakit mata.
Selama ini belum ada klinik atau panti rehabilitasi terhadap pengidap nomophobia itu, karena dari berbagai ciri, dan dampaknya hampir mirip dengan pecandu narkoba yang hanya diri dia sendiri yang mampu mengobatinya. Tidak jarang ketergantungan terhadap ponsel menjadikan ponsel atau smartphone sebagai dewa atau menjadi nafas bagi orang yang memilikinya. Mereka beranggapan tak ada ponsel hidup ini hampa. Padahal dahulu sebelum tercipta ponsel pintar, orang-orangnya tetap hidup bahkan panjang umur.
Walaupun sedang tidur orang yang terkena penyakit nomophobia akan terbangun hanya sekedar mengecek ponselnya. Yang lebih parah lagi saat ke kamar mandi pun ponsel harus selalu menemani, dan tak lepas dari tangan. Kegelisahan, dan rasa cemas akan menjadi-jadi jika mereka mendapati ponselnya hilang.
Penderita nomophobia (nomophobics) biasanya mengalami kesalahan sensasi. Dia seolah-olah mendengar bunyi atau menerima pesan ponsel. Fenomena ini di dalam dunia kedokteran disebut sebagai adiksi ponsel. Disebut juga dengan nama lain seperti mobile phone addiction, smartphone addiction disorder, rinxiety, phantom ringing, sindrom vibrasi fantom, hypovibrochondria fauxcellarm, textiety, textaphrenia, technophobia (fobia akibat kemajuan teknologi). kontrol dapat membantu individu mempertimbangkan tentang aspek, resiko dan norma sosial yang akan dihadapinya. Kontrol diri itu sendiri dapat diartikan sebagai suatu aktivitas pengendalian tingkah laku untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa individu ke arah yang lebih positif.
Sadar dan kontrol diri adalah cara yang efektif untuk menekan itu, terlebih sebagai manusia kita akan kita akan selalu butuh dengan orang lain. Untuk itu mulai sadar lingkungan, pertahankan komunikasi secara nyata, hindari melarikan diri dengan ponsel, menghargai lawan bicara dengan tidak melihat ponsel secara konstan. Kita memang membutuhkan teknologi khusunya ponsel untuk kemudahan, namun bukan berarti kita terisolasi dari dunia nyata dan tidak memperdulikan sekitar.