"Berani tak kurangi umur. Takut tak menambah umur. Jadi jangan pilih takut, karena membuat Anda tak berguna"
-Novel Baswedan
Kasus peyiraman air keras terhadap novel baswedan pada Selasa (11/4/2017) menjadi perbincangan publik, ditambah lagi kasusnya yang tak kunjung selesai seakan menambah deretan kasus HAM di Indonesia yang sampai saat ini belum terselesaikan. Bak ditelan ombak kasus ini sempat mandeg dan tak terjamah oleh pemerintah dan aparat penegak hukum. Novel Baswedan yang pada saat itu disiram air keras secara tiba-tiba oleh dua pria mengendarai sepeda motor setelah menjalankan sholat subuh di Masjid Jami Al Ihsan, Kelurahan Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Cairan itu mengenai wajah Novel, terjadi begitu cepat dan novel tak mampu melihat jelas pelaku penyerangan.
Kemudian Novel dibawa ke Rumah Sakit Mitra keluarga Kelapa Gading, Jakarta Utara. Dan dirujuk ke Jakarta Eye Center di Menteng, Jakarta Pusat. Novel dirujuk lagi kerumah sakit di Singapura karena mendapat gangguan mata yang harus ditangani secara intensif. Setelah berbulan-bulan kasus ini berjalan, tidak terdapat titik terang yang menunjukkan akan adanya keadilan bagi Novel Baswedan, Hal ini berlangsung hingga 2 tahun lamanya. Hingga kini polisi belum merilis kemajuan penyelidikan kasus penyerangan novel. Meski demikian Kapolda Metro Jaya Irjen Idham Aziz menyebut polisi memberikan perkatian lebih terhadap penanganan kasus ini.
KPK meminta Presiden Joko Widodo membentuk tim gabungan untuk mengusut perkara ini. Mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas meminta Jokowi langsung membentuk tim gabungan untuk mengusut penyerang Novel. "Presiden harus turun tangan langsung membentuk tim gabungan dari unsur Polri, NGO, dan kampus," kata Busyro, 12 April 2017. Desakan juga datang dari Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas yang mendesak Jokowi turun tangan. "Secara konstitusional, Presiden bertanggung jawab memberikan keamanan kepada seluruh warga, apalagi aparat penegak hukum," ujar peneliti Pusako, Feri Amsari dua tahun lalu.
Wadah Pegawai KPK dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) pun mendesak Jokowi membentuk tim independen karena informasi tentang penyerangan ini sudah banyak sehingga tergantung polisi akan membongkar kasus ini atau tidak. "Kalau tidak ada niat ke sana, maka sebaiknya dibentuk tim independen. Kasus teror ini harus tuntas," kata Haris Azhar dari Kontras Polisi sebenarnya pernah menangkap tiga orang terduga pelaku, yakni Muhammad Hasan Hunusalela, Muhklis Ohorella, dan Ahmad Lestaluhu pada Juli 2017. Namun, ketiganya dilepas dengan alasan memiliki alibi kuat setelah dimintai keterangan. Dua di antara tiga orang itu terlihat berada di sekitar rumah Novel beberapa hari sebelum kejadian.
Permasalahan kasus ini kian berlanjut hingga desember 2019, namun Polri belum berhasil mengungkap pelaku penyerangan. Kepala Divisi Humas Polri Irjen Muhammad Iqbal memastikan kasus yang sudah terjadi sejak 2017 silam akan terungkap dalam waktu dekat. Kendati demikian kasus ini belum diketahui pasti akan terungkap, Iqbal tidak memberikan jawaban, ia hanya menjelaskan bahwa kasus ini tak akan memakan waktu sampai berbulan-bulan. Koalisi Masyarakat masih meragukan upaya polisi mengusut kasus penyerangan ini meski sudah ada tersangka. Alasannya, ada beberapa kejanggalan dalam pengusutan penyerangan ini.
Polri akhirnya mengungkap sosok diduga penyerang penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi tersebut dengan cairan kimia pada dua setengah tahun lalu. RM dan RB, dua polisi aktif berpangkat brigadir dari Korps Satuan Brimob dinyatakan sebagai tersangka kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan. Salah satu tersangka bahkan menyebut Novel sebagai pengkhianat. Namun, ada hal yang mengganjal dan belum menjawab semua tanda tanya seputar kasus tersebut. Terutama pertanyaan perihal aktor intelektual di balik penyerangan terhadap Novel. Publik hanya dihadapkan pada teriakan tersangka yang mengatakan kalau dia menaruh dendam pada Novel. Sementara, polisi sendiri tak mau gamblang menjelaskan seputar motif tersebut.
Salah satu anggota Tim Advokasi Novel Baswedan, Yati Andriyani, yang menganggap penetapan dua polisi aktif sebagai tersangka penyerangan itu terkesan sebagai upaya 'pasang badan' untuk menutupi dalang kasus tersebut. Ketika ditanyakan apakah teriakan tersangka yang seolah punya dendam pribadi kepada Novel akan membuat kasusnya berhenti pada kedua tersangka, dia menolak cara berpikir seperti itu. Dia juga meragukan adanya alasan yang kuat dari kedua pelaku untuk menganiaya Novel. Argumentasi pengkhianat yang disampaikan pelaku tidak masuk akal dan bahkan cenderung untuk menutup kasusnya agar aktor intelektual tidak ditemukan.
Dalam hal ini ada atau tidaknya aktor intelektual di kasus tersebut, Wakil Ketua KPK Lili Pantauli meminta penyidik Polri diberi kesempatan untuk bekerja mengungkap kasus yang pelik ini. Di sisi lain, dia menegaskan tak bisa mengetahui apakah ada atau tidak aktor intelektual dalam kasus ini, kendati salah seorang tersangka mengaku dendam pada korban. Sementara itu, pihak kepolisian melalui Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Argo Yuwono mengatakan bahwa hingga kini penyidik masih terus mendalami keterangan dari kedua tersangka.
Komentar
Posting Komentar