Langsung ke konten utama

Yang (katanya) Sudah Merdeka


Kemerdekaan bukanlah lelucon.
Kemerdekaan adalah bukti berakhirnya jajahan kolonial di bumi pertiwi.

Merdeka…

Merdeka…

Merdeka…

Itu yang dideklarasikan saat kemerdekaan Indonesia.
proses membebaskan diri dari tirani dan penjajahan, dari kolonialisme yang tak berprikemanusiaan.
Kemerdekaan merupakan pernyataan formal negara Indonesia kepada bangsanya dan dunia internasional bahwa sejak detik itu negara Indonesia adalah negara merdeka.

Namun kemerdekaan yang sesungguhnya belum didapatkan. Karena pada kenyataannya kita masih terjajah ditanah merdeka ini oleh para penguasa.

“Suara-suara itu tak bisa dipenjarakan, disana bersemayam kemerdekaan, apabila engkau memaksa diam, aku siapkan untukmu pemberontakan!” ~Wiji Thukul

Baru-baru ini terjadi banyak gejolak yang begitu membuat rakyat gelisah. Dimulai dari Razia buku, Adanya pasal karet, Penggusuran, hingga banyak berlangsung unjuk rasa para mahasiswa dan masyarakat yang menolaknya.

Indonesia tidak baik-baik saja.
Penggusuran, Kebakaran hutan, kabut asap dan permasalahan lainnya pun kian muncul ke permukaan.
Indonesia tidak baik-baik saja.

Kami Merdeka!
Kami Menderita!
Mana yang lebih menggambarkan keadaan indonesia saat ini?
Iya. Tepat sekali.

Kami….
Kami menderita dalam kemerdekaan.
Bagaimana bisa kemerdekaan yang selama ini digaungkan, tidak dirasakan masyarakat seluruhnya.

Kami…
Kami yang sadar akan ketidakadilan,
justru dimusnahkan.
Kami…
Kami yang memperjuangkan hak-hak kaum proletar,
justru dianggap berbahaya.

Fakta lebih kuat berbicara, bahwa Indonesia belum merdeka dari keterjajahan.
Indonesia belum merdeka, rakyat pun tak aman dari penguasa mereka.
Hari-hari yang dilalui semakin menambah tetesan air mata di bumi pertiwi, jelas kita masih dijajah, kebijakan ekonomi masih merujuk pada Kapitalisme, tragisnya, hukum kita pun masih didominasi oleh hukum-hukum kolonial. 

Banyak timbul masalah besar yang tidak pernah dituntaskan dengan baik, sulit dicari penyeselaianya dikarenakan banyak pihak yang terkait dan seolah-olah ditutup-tutupi. Negara sewaktu-waktu dapat mengeluarkan kebijakan yang melindungi lancarnya pelaksanaan dari sistem kapitalisme.

Amburadulnya sistem pemerintahan di mana didalangi oleh banyaknya kasus yang direkayasa untuk menutupi kebobrokan niat para petinggi Negara. Ditambah lagi kebanyakan anggota DPR sering menghambu-hamburkan anggaran untuk kepentingan yang tidak memihak rakyat. Rumah dinas, mobil dinas, alasan study banding guna memenuhi kebutuhan mereka untuk bertamasya keluar negeri, krisis moral para pejabat, rasa sportif tidak ada lagi hilang menguap bersama uang rakyat yang mereka telan tanpa bisa dilacak. kenyataan telah terbolak balikan, kenyataan / fakta yang membela kebenaran justru masuk penjara yang bersalah tetaplah merdeka.

“Di bawah kuasa tirani Kususuri garis jalan Ini Berjuta kali turun aksi Bagiku satu langkah pasti.”

Ketika masih terdengar lagu ini dinyanyikan dengan lantang di jalanan. Artinya kesadaran akan ketidakadilan masih dirasakan. Namun memang demikian, kami yang sadar akan hal itu justru didiskriminasi. Karena dianggap membahayakan.
Kecongkakan para wakil rakyat semakin mendera, semakin melambungkan kesombonganya menggunakan aji mumpung selagi menjabat untuk menjajah rakyat dan selamat setelah turun dari jabatanya, di mana jauh-jauh hari sebelum masa kepemimpinan dan jabatanya berakhir menyiapkan Revisi UU guna melindungi diri dari jeratan hukum jika di kemudian hari dicurigai berbuat curang di masa jabatannya.

Inilah Indonesiaku yang merdeka.
Dengan segala kekayaan alamnya.
Dengan segala peraturan di dalamnya.
Dengan segala warna cerita yang tergambar nyata.
Masyarakat yang tak sepenuhnya merdeka.
Dan penguasa yang tak memihak rakyatnya.
Marilah kita mengheningkan cipta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tak Semua Orang Tua Mulia : Relasi Orang Tua dan Anak

"Sebelumnya aku tak merasa bahwa dunia ini jahat, tapi semua berubah setelah hidupku mulai tak beraturan." -Tokoh tania yang digunakan adalah fiksi, dan cerita dibawah hanya sebuah imajinasi penulis tentang permasalahan toxic parents. Namun isi dari tulisan ini menceritakan keluh kesah dari sebagian anak yang merasa bahwa terdapat ketidakadilan dan ketidaknyamanan dalam keluarganya sendiri- Cerita bermula dari kisah seorang anak bernama tania yang beberapa tahun belakangan memiliki pengalaman bagaimana agama serta budaya mengajarkannya untuk menghormati orang tua dalam keadaan apa pun. Tania merasa betapa besar trauma dan dampak merusak lain yang ia rasakan karena hal tersebut. apalagi baginya hal yang terjadi itu menjadi peristiwa traumatis untuknya. ----------**********----------  Semua orang akan berpikir aku gila, bukan karena nalar pikirku dan mentalku terganggu, aku belum gila saat ini, tidak tahu nanti, ketika aku s...

Aku punya dan aku bersamanya, Ayah.

"Seperti mentari yang bersinar dipagi hari, cahaya matanya takan hilang dikala sore datang." Aku sempat merasa tak mampu untuk menerima segala kemungkinan yang akan terjadi nanti. Sama sekali aku tak sekuat yang terlihat. Aku terpuruk, amat sangat terpuruk. Bukan tanpa sebab, namun menghasilkan akibat yang sangat tak terduga.  Yaa.. Sebelumnya perkenalkan, aku adalah gadis yang merindukan seseorang, aku ingin sedikit bercerita tentang kesedihan yang mungkin saja bukan hanya aku yang merasakan. Mungkin ada diantara kalian yang sama denganku. Merindukannya. Merindukan sosoknya yang penyayang dan penuh kejutan. Sudah pasti setiap anak perempuan yang terlahir di dunia memiliki sosok lelaki pertama yang dicintainya pertama kali. Siapakah dia? Ayah.  Tak bisa dipungkiri bahwa ayah juga mulai mengembangkan sifat lelaki yang akan lebih protektif alias melindungi. Tak jarang juga ia berlaku lebih diktator kepada anak perempuannya. Bukan tanpa s...

Kita adalah buruh, Selama bukan Pemilik Modal

"Buruh lebih penting daripada modal dan harus mendapatkan perhatian yang lebih." ~Abraham Lincoln~  Sejarah kita mencatat banyak kisah perjuangan perempuan di kancah perburuhan, di antaranya adalah Surastri Karma Trimurti, atau yang biasa disebut SK Trimurti, perempuan yang menjadi Menteri Perburuhan pertama pada kabinet Amir Syarifuddin (1947-1948). Sepak terjang Trimurti tak hanya terlihat di masa perjuangan merebut kemerdekaan. Namun usai proklamasi Indonesia pun, Trimurti makin aktif menjadi sosok berpengaruh di bidangnya.  Saat menjadi menteri, Trimurti aktif memperjuangkan UU perburuhan baru sebagai ganti UU perburuhan kolonial yang memberatkan pekerja. Sebelum menduduki jabatan politik, Trimurti dikenal sebagai jurnalis yang vokal menyerukan semangat antipenjajahan dan antipenindasan.  Nama S.K. Trimurti begitu melegenda dalam dunia jurnalisme Indonesia. Ia juga sosok yang hidup di tiga zaman, yaitu di era penjaja...