“Marsinah adalah sebuah cermin perlawanan buruh dalam bibit tumbuhnya gerakan buruh.”~Munir (Aktivis HAM Indonesia 1965-2004)~
Marsinah dikenal sebagai pahlawan kaum buruh dan simbol keberanian melawan kesewenang-wenangan.
Marsinah sejatinya hanyalah wanita biasa, seorang buruh di pabrik arloji PT Catur Putra Surya (CPS) di kawasan Rungkut, Surabaya. Dia bekerja tidak lama di Rungkut karena dipindahkan ke cabang PT CPS di Porong, Sidoarjo.
Marsinah melawan saat kekerasan aparat negara menjalar lebih cepat daripada wabah flu. Buruh perempuan yang rajin mengkliping berita koran itu nyala kritisnya dipetangkan rezim otoriter. Wanita itu diculik. Disiksa dan disekap tiga hari. Ia dibunuh di usia yang masih teramat muda, 24 tahun. Pembunuhannya membawa kesuraman Seolah-olah negara tak perlu melindungi hak hidup warganya, tapi justru berwenang merecoki hidup mereka. Bahkan menghilangkan nyawanya.
Marsinah, sosok yang menjadi bukti betapa sistem yang ada tak pernah berpihak pada kaumnya. Bagi Marsinah, hak atas keadilan hanyalah mimpi di siang bolong. Marsinah adalah Aktivis Buruh Berlidah Tajam dan Organisator Terpelajar. Pada kisahnya pula, segala menjelma kian nahas. Penderitaan yang harus ia hadapi pun menjadi berlipat-lipat. Lantaran, sudahlah ia seorang perempuan, ditambah pula ia berasal dari kaum kecil, yaitu kaum buruh. Ngeyel sedikit, tak ada ampun. Melawan, maka mati jadi ganjaran.
3 Mei 1993 adalah babak pertama perlawanan Marsinah sebelum akhirnya ia dibunuh. Perempuan berusia 24 tahun itu bersama rekan-rekan buruh lainnya menuntut kenaikan upah pada perusahan tempat mereka bekerja, sesuai surat edaran gubernur pada saat itu. Namun PT Catur Putera Surya (CPS), tempat Marsinah bekerja tak mau rugi dan menolak surat edaran itu. Marsinah dan kelompoknya pun melawan, unjuk rasa digelorakan.
Babak kedua, Marsinah dilenyapkan. Gara-gara gerakan para buruh itu, pasukan militer turun tangan. Tiga belas buruh PT CPS pun diciduk. Mengetahui itu, Marsinah pun tak tinggal diam. Ia mendatangi markas Kodim Sidoarjo, tempat teman-temannya berada. Namun, sejak itulah Marsinah dinyatakan hilang. Marsinah dilenyapkan.
Pada babak berikutnya, Marsinah ditemukan. Di sebuah hutan di daerah Dusun Jegong, Kecamatan Wilangan Nganjuk, Marsinah ditemukan dalam keadaan tewas mengenaskan. Pada tubuh perempuan itu tampak luka memar akibat benturan benda keras. Diduga pula, Marsinah mengalami pemerkosaan sebelum akhirnya meregang nyawa.
Babak terakhir kasus Marsinah nyatanya adalah lembaran kisah yang tak (pernah) selesai. Kematian Marsinah masih menjadi misteri. Pelaku yang menghabisi perempuan penggerak kaum buruh itu pun belum diketahui hingga saat ini.
Terbunuhnya Marsinah, sejatinya, menunjukkan bahwa negara sedang dalam posisi yang panik, kehilangan legitimasi dan kekhawatiran berlebihan karena merasa eksistensinya terancam.
Sosok wanita yang merupakan karyawan pabrik pembuatan jam tangan sekaligus aktivis buruh tersebut, meninggal pada usia 24 tahun di tangan rezim penguasa Orde Baru.
Hingga kini, namanya sering didengungkan saat peringatan hari buruh tiba. Menjadi sebuah penanda sejarah kelam. Tentang buruh yang harus merelakan nyawanya demi sebuah hak yang tidak terpenuhi.
Hingga kini, kematian Marsinah masih diselimuti oleh misteri yang belum terpecahkan. Meski demikian, sosoknya kini menjadi tonggak kebangkitan para buruh untuk menuntut hak mereka. Semoga pada hari buruh selanjutnya, tak ada lagi kasus Marsinah kedua yang harus meregang nyawa karena tak memperoleh keadilan dari penguasa.